NGABUBURIT DI BULAN RAMADHAN
Istilah ngabuburit berasal dari bahasa Sunda dengan akar kata “burit” yang artinya sebuah representasi waktu yang menunjukkan mulainya malam hari. Nah, sekarang istilah ngabuburit sudah dipakai oleh semua orang yang mengartikannya sebagai kegiatan mengisi waktu sampai tiba saatnya berbuka puasa.Bahkan tren ini menjadi sebuah tradisi yang tak bisa dilepaskan dari bulan Ramadan. Beragam kegiatan dilakukan selama ngabuburit, mulai dari kegiatan positif hingga kegiatan negative.
Meski tak ada kaitannya dengan budaya Minangkabau, toh istilah ngabuburit begitu akrab ditelinga masyarakat. Bahkan, bagi sebagian remaja belum merasa senang jika belum ngabuburit. Di kota Padang, misalnya para remaja menunggu waktu buka puasa dengan jalan-jalan sore atau sekedar duduk di pinggiran Pantai Padang. Sekilas memang tak ada yang salah dengan kegiatan ini, tapi jika diperhatikan lebih saksama lagi terlihat aktivitas ngabuburit sering digunakan para remaja untuk berduaan dengan lawan jenisnya di tempat yang romantis dan agak sepi.
Sekadar pengetahuan, anak-anak Sunda dahulunya selalu ngabuburit di tajug atau surau. Mereka bersemangat pergi ke tajug untuk salat Maghrib berjamaah dan mengaji. Selama ngabuburit itu, mereka dibimbing oleh ajengan (kiyai) setempat. Mereka baru akan pulang ke rumah setelah salat Isya berjamaah. Prakteknya sekarang ini, ngabuburit justru diisi dengan kegiatan tidak bermanfaat seperti menonton televisi seharian, berpacaran atau kegiatan duniawi yang bersifat hura-hura.
Seperti halnya yang sering dilakukan para remaja di Kota Padang. Sepulang pesantren Ramadan yang diwajibkan Pemko Padang, biasanya anak-anak dan remaja tidur di rumah. Sorenya, menjelang berbuka puasa mereka ke plaza, Pantai Padang, di warnet atau berkeliling dengan kendaraan guna mengisi waktu kosong. Padahal, waktu kosong itu dapat digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti mengaji, salat atau aktivitas dakwah lainnya.
Profesor Dadan Wildan Anas dari Universitas Galuh Ciamis juga pernah menyebutkan istilah ngabuburit ini diperkirakan sudah ada sejak abad XV silam. Pada abad ke-15, Kerajaan Mataram menata kota-kota dengan membuat sebuah pusat kegiatan masyarakat berupa sebuah alun-alun, masjid, dan pasar serta fasilitas pendukung lainnya sehingga menarik warga untuk mendatanginya. Karena pusat keramaian di Alun-alun, maka menjadi lokasi paling favorit untuk ngabuburit.
Tradisi ngabuburit yang dilakukan masyarakat Sunda tempo dulu juga diisi dengan beragam permainan rakyat, misalnya petak umpet, gatrik, dan sebagainya. Untuk memeriahkan suasana, anak-anak di daerah perkampungan biasanya bermain lodong atau jeblugan, yakni bermain perang-perangan dengan media bambu mirip sebuah meriam yang diisi dengan karbit hingga menghasilkan suara dentuman.
Pengaruh Teknologi
Tak dapat dipungkiri perubahan makna dan praktek ngabuburit selaras dengan perkembangan teknologi. Melalui sosialisasi media massa yang menampilkan keelokkan panorama alam di Indonesia menjadi pemicu perubahan tradisi ngabuburit. Sudah menjadi rutinitas bagi stasiun televisi menayangkan program acara ngabuburit sebelum waktu berbuka puasa tiba. Bahkan, sebuah konser musik yang digelar sebuah perusahaan rokok terkemuka juga menggunakan istilah ngabuburit sebagai tema pada acaranya. Alhasil, istilah ngabuburit kini seolah telah menjadi kata baku dalam pergaulan remaja saat bulan puasa tiba.
Ajaran Islam sebenarnya tidak mengenal istilah ngabuburit atau apa pun yang merujuk pada kegiatan serupa untuk menunggu waktu buka puasa. Jika saat ini, istilah ngabuburit kemudian dikaitkan dengan tradisi bulan Ramadan, hal ini akibat adanya proses akulturasi dalam penyebaran agam Islam. Maksudnya, ajaran Islam masuk dengan memperhatikan sisi tradisi lokal. Dalam hal ini adalah tradisi ngabuburit yang telah dikenal luas di tanah Sunda.
Di Arab sendiri, tidak mengenal kegiatan atau tradisi yang dilakukan masyarakat untuk menunggu waktu berbuka puasa. Meski demikian, selama tujuan ngabuburit tersebut dilakukan untuk kegiatan yang positif dan menambah nilai keutamaan saat beribadah, yaitu ibadah puasa, maka kegiatan ngabuburit tersebut sebenarnya tidaklah masalah. Misalnya, tujuannya adalah agar bisa saling bersilaturahim dengan diskusi dan mengaji ajaran islam lebih dalam.
Ngabuburit Lemahkan Moral Remaja
Fenomena ngabuburit yang salah kaprah ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Sebab, dengan membiarkan tradisi ini memasyarakat sama artinya dengan melegalkan generasi yang akan datang untuk menginterpretasikan bahwa ngabuburit adalah bagian dari manfaat puasa. Tak hanya itu, para remaja pun akan dibuat malas karena terbiasa menghabiskan waktu dengan sia-sia Padahal sesungguhnya Islam tak pernah mengajarkan menunggu buka puasa dengan bersenang-senang, berpacaran dan menyia-nyiakan waktu.
Untuk itu, perlu peran serta keluarga, pemerintah, ulama dan semua elemen masyarakat meluruskan fenomena ini. Pada intinya, ngabuburit boleh dilakukan tapi dengan catatan tidak mengabaikan waktu dan dilakukan untuk kegiatan positif. Berikut diantaranya kegiatan ngabuburit yang diajarkan Islam, yakni mendengarkan ceramah agama, berzikir, membaca Al-Qur’an, membagi panganan (sedekah) untuk buka puasa kepada tetangga atau kerabat dekat.
Media massa pun harus mendukung kegiatan positif ngabuburit. Puasa tidak sekedar menahan haus dan lapar saja, sebab Islam juga mengatur rukun puasa, manfaat puasa, keutamaan puasa, yang membatalkan puasa sampai adab berpuasa. Karena itu, peran media massa sangat besar untuk mengingatkan masyarakat bahwangabuburit itu tidak bermanfaat bagi puasa kita.
Ngabuburit Digital
Ada banyak kegiatan yang dilakukan umat Islam kala dirinya mengisi waktu luang untuk menunggu berbuka (ifthar) puasa. Ada ribuan situs islami yang dapat dibrowsing melalui internet. Situs ini memuat artikel-artikel islami dan muslimah, konsultasi islami pengetahuan bisnis islami, belajar bahasa arab dan menyediakan berbagai rekaman ceramah islami yang dapat di download dengan gratis. Artikel maupun rekaman itu didapatkan dari berbagai ceramah ustad di berbagai daerah. Cocok bila didengar sambil bekerja/belajar maupun menjadi teman di perjalanan.
Dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas anak yang ngabuburit pada zaman yang serba modern ini menggunakan sarana transportasi yaitu kendaraan pribadi, diharapkan tetap menjaga keselamatan dalam berkendara. Jikalau bisa, akan lebih baik ngabuburit dilakukan di sekitar lingkungan tempat tinggal dengan cara membaca Al-Quran, bagi takjil ataupun sekedar ngumpul dengan tetangga sebelah berupa kegiatan yang positif :)
Marhaban Ya Ramadhan
Dikutip dari http://www.harianhaluan.com